Tuesday, April 26, 2016

HUKUM PERJANJIAN



HUKUM PERJANJIAN
   A.    PERJANJIAN
                               I.            Pengertian
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht.
Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini dinamakan dengan perikatan.
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu setiap anggota masyarakat bebas mengadakan perjanjian.
                            II.            Asas-Asas Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
·  Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan sistem terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
·  Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulakan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
                         III.            Syarat-Syarat Untuk Sahnya Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu :
1.      Sepakat mereka yang mengikatnya sendiri.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3.      Suatu hal tertentu.
4.      Suatu sebab yang halal.
                         IV.            Wansprestasi
Wansprestasi timbul apabila suatu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Misalnya ia alpa(lalai) atau ingkar janji.
Bentuk dari wansprestasi
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3.      Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
·  Akibat-Akibat Wansprestasi
1.      Membayar Kerugian yang diderita Oleh Kreditur(Ganti Rugi)
Ganti rui sering diperinci meliputi tiga unsur, yaitu :
1.      Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
2.      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor.
3.      Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitungkan oleh kreditor.
2.      Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali keadaan sebelum perjanjian diadakan. Apabila satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang maka harus dikembalian sehingga perjanjian itu ditiadakan.
3.      Peralihan Resiko
Peralihan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.
                            V.            Jenis-Jenis Resiko
1.      Resiko dalam perjanjian sepihak diatur dalam Pasal 1237 KUH perdata
2.      Resiko dalam perjanjian timbal balik
                         VI.            Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.
a.       Perjanjian liberatoir: yaitu perjanjian di mana para pihak  membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) pasal 1438 KUH Perdata;
b.      Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst); yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
c.       Perjanjian untung-untungan: misalnya prjanjian asuransi,
pasal 1774 KUH Perdata.
d.      Perjanjian publik: yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya : perjanjian ikatan dinas.


B. Daftar Pustaka :
  1.      Elsi Kartika Sari, S.H.,M.H. & Advendi Simanungsong, S.H.,M.M.. 2008 “Hukum dalam Ekonomi” Gramedia Widiasarana Indonesia-Jakarta.
   2.      Neltje F.Katuuk “Aspek Hukum dalam Bisnis” Universitas Gunadarma.
   3.      repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf